Ringkasan Pembelajaran Kitab Sullamu al-Munawraq Dalam Ilmu Mantiq
Kitab Sullamu al-Munawraq merupakan turast atau kItab turast yang berisikan panduan pembelajaran ilmu logika dalam bentuk syair (mandzumah) yang dikarang oleh Syeikh Abdurahman bin Muhammad as-Shaagir al-Akhdhari.
Mempunyai nama lengkap Abu yazid Abdurrahman bin Muhammad Ash-Shughoyro bin Amir al-Akhdhari yang berasal dari tanah al-Jazair/Algeria beliau menyelesaikan kitab ini di umur 21 tahun pada 941 H.
Pengertian turast itu sendiri ialah warisan atau suatu hal yang bernilai dalam bentuk tulisan, karya sastra dan pengetahuan yang mana diwariskan secara turun temurun.
Ilmu logika atau yang dikenal juga dengan ilmu mantiq ini berasal dari yunani, kemunculan dan perkembangannya pertama kali ditemukan disana. Aristoteles, tak asing dengan nama ini ternyata diketahui ia merupakan pelopor dari ilmu logika ini.
Lebih dikenal dengan Ikon rasionalitasnya, Aristoteles meletakkan disiplin ilmu logika ini dengan dasar cara berpikir yang tersusun sistematis dalam premis yang kemudian akan menjadikannya suatu kesimpulan.
Bagi yang belum mengerti premis, premis itu adalah rangkaian-rangkaian kalimat yang dibuat untuk digunakan dalam memperjelas berlogika yang bertujuan untuk mempermudah mengurung dan membuat kesimpulan. Sederhananya cara menyusun kerangka berfikir supaya memudahkan untuk dipahami dalam berkesimpulan
Awal kali bangsa Arab mengadopsi ilmu logika itu sekitar abad ke-2 M, itu pun sebatas diterjemahkan dari segi bahasa belum dengan makna sesungguhnya pada zaman yunani saat itu,
Merambat kehampir segala cabang ilmu pengetahuan metode yang digunakan Aristoteles kala itu menghebohkan dunia keilmuan maka tak heran bila saat itu banyak karya Aristoteles diterjemahkan ke berbagai bahasa diantaranya India, Persia, Syiria dan termasuk juga ke bahasa Arab.
Pada dinasti Abbasiyyah masa Khalifah al-Mansur kala itu masa masa penerjemahan karya-karya para pimikir Yunani, namun perkembangan ilmu mantiq menurut sejarah berawal dari masa penerjemahan besar-besaran dimasa khalifah al-Ma’mun oleh sebab hasil mimpinya bertemu Aristoteles yang dalam perbincangannya mengisyaatkan bahwa sumber dari kebenaran itu ialah akal, sehingga ia bergegas mengirim utusan ke Roma dalam rangka mempelajari pengetahuan yang berkembang dan tersimpan.
Terdapat 9 cabang ilmu berhasil diadopsi yang kemudian Khawarizmi lah yang mengklarifikasi ilmu pengetahuan asing tersebut termasuk ilmu mantiq.
Bermula dari penertiban dan penyusunan masa pindahnya madrasah alexandria ke syiria logika dijadikan sebagai pedoman dan ilmu dasar dalam bidang kedokteran, astronomi dan kalam yang pada sekitar abad 9-11 berkembang pesat di Arab.
Ibnu Rusyd, imam Al-Ghazali, Abu Bakar Ar-Razi termasuk Ibnu sina merupakan diantara sarjana islam yang mulai proaktif dalam pengembangan ilmu bernafaskan sains.
Ibnu Muqoffa’ (760 M/142 H) yang diyakini penerjemah awal ilmu mantiq menurut riwayat al-Qadli al-Sha’di telah menerjemahkan 3 karya Aristoteles (Categorias, Pario Hermenais, Analytica) dan Porphyry (Eisagogi).
Organon merupakan kitab pertama yang di terjemahkan ke Arab, Salah satu ahli bahasa (Hunein bin Ishaq) menerjemahkan berbagai disiplin ilmu Yunani ke bahasa Arab, bahkan dari bahasa suryani.
Mengawalinya dari ilmu kedokteran, kimia dan astronomi Al-Kindi mulai menerjemahkan filsafat Yunani dengan persetujuan Khalifah al-Ma’mun (850-873 M). Ilmu mantiq mulai berdialektika dan mempengaruhi disiplin ilmu lainnya termasuk juga nahwu.
Logika Aristoteles telah membersamai budaya Arab sekitar kurang lebih satu setengah abad namun penolakan pada logika yunani baru terjadi pada abad ke-4 H masa Imam al-Asya’ri.
Berdasarkan catatan penolakan sesungguhnya terjadi pada pertengahan ke-2 abad ke-5 H masa Al-Ghazali menulis buku “Tahafut al-falasifah” didasarkan pertimbangan-pertimbangan teologis.
Akurasi logika dan ilmu-ilmu matematika yang berkontribusi besar dalam peradaban islam menjadi faktor positif logika Yunani itu dapat diterima. Karena akurasi dan kebenaran logika sampai pada wilayah ketuhanan (metafisika) filsuf dan teolog muslim pun mempercayainya.
Sebelumnya, islam mempertahankan akidah dari sisi intuisi dan perasaan kini diperkuat sendi-sendinya dengan adanya mantiq dalam berlogika sebagaimana Al-Ghazali menyinggung dalamm bukunya “al-Munqidz min al-Dhalal’’.
Tak dapat dielakkan goncangan mantik dari ulama klasik, dengan dalih filsafat menyesatkan bahtahan dan sanggahan pun datang pada al-kindi.
Penolakan dan kecaman pada mantik dimulai saat al-Mutawakkil menjabat (846M/232 H) . Golongan teolog termasuk al-Ghazali (1059-1111 M) merupakan penentang terbesar terhadap pemikiran Yunani, meluas dari timur ke barat hingga datang perlawanan dari pemikir besar islam Ibnu Rusyd dengan bukunya “Tahafut al-tahafut”.
Terbunuhnya sahruwardi (filsuf muslim) akhir abad ke-2 dan munculnya Ibnu Shalah (1244 M) juga Ibnu Taimiyyah (1328 M) perlawanan memuncak pada abad ke-13 dan 14. Pada masa inilah pengikisan mantiq terlihat.
Al-Ghazali menurut Ibnu Taimiyyah merupakan sarjana muslim pertama yang banyak berbicara logika dengan menghubungkannya dengan ilmu islam lainnya, tak ayal saat abad ke-10 mantiq sudah tak dalam bentuk ala Yunani bahkan dikatakan mantiq bahasanya akal.
Andalusia menjadi pusat peradaban ke-2 dalam keilmuan setelah runtuhnya Baghdad abad ke-11 M, begitupun mantiq lebih dewasa setelah berakhirnya madrasah Baghdad, dengan begitu metode yang dipakai bukan lagi Aristoteles melainkan diktat khusus karya Ibnu Sina dilihat dari karyanya lebih membumi dibanding Aristoteles di abad ke-13 dan 14.
Di Basrah mencul basis besar jama'ah Ikhwan al-Shafa sekitar 970-1030 M berlogika ala Aristoteles namun cenderung neoplatonisme dalam phitagoras diantara pendahulunya ialah Al-Farabi memcampurkan mantik yunani dengan pemikiran Arab islam.
Mantik dengan gaya baru terbebas dari filsafat tersebar di Andalusia dan Persia di abad ke-13 hingga 14.
Dianggap hanya dibutuhkan filsafat Al-Ghazali berinisiatif membawa mantiq perlahan masuk wilayah ilmu sosial, fiqh, ushul fiqh, nahwu dan kalam berlandaskan logika merupakan perantara dalam banyak aspek tidak sebatas perihal teologis dan filsafat semata. Sejak itu ia melegitimasi muslim mempelajarinya sebab kapasitasnya sebagai kewajiban umum(fardhu kifayah).
Karya mantik Ibnu Rusyd dan Fakhruddin Ar-Razi menjadi pedoman penting dan rujukan sarjana muslim dalam kajian mantiq abad ini.
Sumber:
- Darul azka, Nailul huda, 2012, Sulam Al-Munawraq, Santri salaf press, Lirboyo press.